Selasa, 30 Desember 2008

Menggarap Sektor Penyelamat Ekonomi


Krisis global menimbulkan dampak tidak ringan, termasuk di Indonesia. Perekonomian diperkirakan akan melambat dan banyak usaha berguguran. Pemutusan hubungan kerja (PHK) pun tak lagi bisa terhindarkan. Di Jateng, misalnya, saat ini sekitar 7.000 pekerja sudah merasakan pil pahit itu, dirumahkan atau bahkan dilepas oleh perusahaannya. Tahun depan sekitar 3.000 pekerja lagi akan menyusul. Sungguh suatu kenyataan yang amat memprihatinkan dan membutuhkan penanganan serius agar tak muncul gejolak. Dalam situasi sulit seperti yang terjadi pada saat sekarang gejolak sosial gampang muncul dan tersulut.

Pemerintah akan memeta sektor-sektor industri yang terkena dampak krisis global dan berpotensi melakukan PHK. Selanjutnya, mereka diberi insentif berupa fiskal. Pemberian stimulus fiskal itu didasarkan pada pertimbangan kontribusi dalam menyerap tenaga kerja, kinerja ekspor, dan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh). Indusri yang sudah mengajukan fasilitas insentif fiskal antara lain industri ban yang 70% produksinya diekspor; usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); serta sektor pertanian, perikanan, kelautan, dan kehutanan. Selain fiskal, ada upaya pengamanan pasar dan fasilitas trade financing.

Di sektor industri manufaktur, tekstil dan sepatu minta restrukturisasi mesin, perlindungan impor, dan kewajiban pembelian dengan rupiah. Industri baja juga meminta perlindungan impor dan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri. Khusus bagi pedagang kaki lima (PKL), pemerintah akan berusaha menciptakan pasar melalui pembangunan tempat bagi mereka. Sektor UMKM termasuk di dalamnya PKL, memperoleh perhatian karena jumlahnya 49 juta. Sekitar 22 juta dari angka tersebut bergerak di sektor perindustrian dan perdagangan, sedangkan sisanya di sektor perkebunan, pertanian, dan perikanan.

Para korban PHK diperkirakan akan berusaha mempertahankan hidup dengan cara beralih ke sektor informal walaupun secara kualitas agak turun. UMKM-lah yang menjadi tumpuan, sehingga tepat sekali kalau pemerintah memberikan insentif yang lebih besar ke sektor tersebut. Di sisi lain, pemerintah berencana membuka proyek infrastruktur untuk menyerap tenaga kerja. Namun proyek bersifat padat karya itu tak bisa diharapkan kontinuitasnya. Anggaran proyek infrastruktur tahun depan sekitar Rp 70 triliun dan dapat menyerap tenaga kerja 2,5 juta-3,5 juta orang. Angka yang cukup besar untuk menanggulangi korban PHK.

Sembari bekerja keras sekaligus berharap resesi tidak berkepanjangan, kita memang perlu menggarap sektor-sektor yang menjadi katup pengaman dalam mengatasi jumlah penganggur yang dipastikan membengkak. Khususnya usaha-usaha informal, industri rumahan, dan jangan lupa industri kreatif yang selama ini luput dari perhatian tetapi berpotensi sangat besar. Industri kreatif berupa aktivitas yang bertumpu pada kreativitas tersebut memiliki dampak ikutan cukup berarti terhadap perekonomian. Tahun 2002-2006, misalnya, sumbangannya terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 6,2% atau senilai 104,7 triliun.

Industri kreatif mencakup 14 subsektor, yakni periklanan; arsitektur; pasar barang seni; kerajinan; desain; busana; video, film, dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan peranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan. Hingga kini mereka mampu berkembang secara mandiri. Sebagian besar tanpa uluran tangan perbankan. Aktivitas ekonomi tersebut yang juga meliputi sektor UMKM dan informal perlu digarap serta dibantu, karena berpeluang menjadi penyelamat terkait dengan resesi dan perlambatan ekonomi yang diperkirakan mewarnai 2009.

Tidak ada komentar: