Selasa, 30 Desember 2008

Sinergi Industri Kreatif dan Seluler



EKONOMI kreatif secara umum dan industri kreatif khususnya diyakini akan menjadi primadona. Ada tiga alasan yang mendasari keyakinan tersebut, yaitu hemat energi karena lebih berbasis pada kreativitas, lebih sedikit menggunakan sumber daya alam, dan menjanjikan keuntungan lebih tinggi.
Ketiga faktor di atas juga ditopang oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang belimpah. Saat ini jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta. Populasi yang berusia 15-29 tahun berkisar 40,2 juta atau hampir 18,4% merupakan pasar yang sangat gemuk bagi produk-produk industri kreatif.
Aktivitas ekonomi kreatif meliputi 14 subsektor, yakni periklanan; arsitektur; pasar barang seni; kerajinan; desain; busana; video, film, dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan peranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangannya.
Data Departemen Perdagangan (2006) menyebutkan subsektor yang kontribusinya terbesar pada produk domestik bruto (PDB) adalah busana 44%. Disusul kerajinan 28%, periklanan dan desain masing-masing 7%, arsitektur 3,2%, percetakan dan penerbitan 3,5%, serta musik 3%.
Selama periode 2002-2006 industri kreatif Indonesia mampu menyerap tenaga kerja rata-rata 5,8% dari keseluruhan tenaga kerja nasional atau 5,4 juta. Nilai ekspornya mencapai Rp 69,8 triliun atau sebesar 10,6% dari ekspor nasional.
Thomas L Friedman, penulis buku ''The World is Flat'' mengatakan kita sekarang sudah sampai pada gelombang ketiga globalisasi. Pada tahap itu indivisu menjadi kekuatan utama didukung oleh teknologi komunikasi dan informasi yang kian canggih, sehingga dunia tak lagi dibatasi jarak dan waktu.
Dalam konteks itu, industri seluler menjadi salah satu pendukung kuat dalam mengembangkan industri kreatif. Terutama yang menonjol pada saat ini adalah pada subsektor musik; permainan interaktif; serta video, film, dan fotografi.
Short message service (SMS) atau layanan pesan pendek telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang mengarah ke ekonomi kreatif. Contohnya berupa iklan secara terbatas, konsultasi manajemen dan medis, motivasi, dan sebagainya.
Layanan yang berpotensi besar adalah ring back tone (RBT) atau nada sambung pribadi. Lagu ''Kenangan Terindah'' milik Samsons selama 2006 diunduh lebih 2,1 juta kali. Secara keseluruhan lagu-lagu pada album ''Naluri Lelaki'' itu diunduh 3 juta kali lebih.
Jika tarifnya berkisar Rp 7.000-Rp 9.000 per sekali unduh, uang yang dikumpulkan bisa sekitar Rp 20 miliar. Penghasilan dari nada sambung pribadi menyumbang hampir 30% pendapatan grup band yang digandrungi para remaja di Tanah Air tersebut.
Games atau permainan juga menjadi salah satu kegemaran para pemilik ponsel. Menjadi peluang bagi para desainer games untuk melayani pasar yang masih terbuka lebar itu. Belum ada data resmi berapa perolehan para operator seluler dari games.
Penerbitan atau buku maya juga potensial dikembangkan memanfaatkan ponsel. Novelis dan penyanyi Dewi ''Dee'' Lestari yang populer lewat novelnya ''Supernova'' sudah meluncurkan novel ''Akar'' dan ''Filosofi Kopi'' melalui layanan ponsel berbasis wireless application protocol (WAP).
Agar bisa membaca karya tersebut pembeli memang paling tidak harus memiliki ponsel generasi ke-3 (3G) yang bisa mengoperasikan sistem WAP atau general packet radio service (GPRS), standar komunikasi nirkabel yang lebih cepat dari WAP.
Perkembangan teknologi ponsel kini telah memungkinkan masyarakat menikmati tayangan televisi dan internet. Berpijak dari situ seluruh subsektor industri kreatif dapat tercakup oleh layanan seluler. Tinggal bagaimana para operator seluler menangkap dan memanfaatkan peluang itu.
Ke depan, bisa dipastikan industri seluler akan menjadi salah satu penopang utama perkembangan aktivitas ekonomi kreatif. Apalagi jumlah pelanggan seluler hingga pertengahan 2008 sekitar 113,2 juta. Suatu angka yang menggiurkan.

Menggarap Sektor Penyelamat Ekonomi


Krisis global menimbulkan dampak tidak ringan, termasuk di Indonesia. Perekonomian diperkirakan akan melambat dan banyak usaha berguguran. Pemutusan hubungan kerja (PHK) pun tak lagi bisa terhindarkan. Di Jateng, misalnya, saat ini sekitar 7.000 pekerja sudah merasakan pil pahit itu, dirumahkan atau bahkan dilepas oleh perusahaannya. Tahun depan sekitar 3.000 pekerja lagi akan menyusul. Sungguh suatu kenyataan yang amat memprihatinkan dan membutuhkan penanganan serius agar tak muncul gejolak. Dalam situasi sulit seperti yang terjadi pada saat sekarang gejolak sosial gampang muncul dan tersulut.

Pemerintah akan memeta sektor-sektor industri yang terkena dampak krisis global dan berpotensi melakukan PHK. Selanjutnya, mereka diberi insentif berupa fiskal. Pemberian stimulus fiskal itu didasarkan pada pertimbangan kontribusi dalam menyerap tenaga kerja, kinerja ekspor, dan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh). Indusri yang sudah mengajukan fasilitas insentif fiskal antara lain industri ban yang 70% produksinya diekspor; usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); serta sektor pertanian, perikanan, kelautan, dan kehutanan. Selain fiskal, ada upaya pengamanan pasar dan fasilitas trade financing.

Di sektor industri manufaktur, tekstil dan sepatu minta restrukturisasi mesin, perlindungan impor, dan kewajiban pembelian dengan rupiah. Industri baja juga meminta perlindungan impor dan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri. Khusus bagi pedagang kaki lima (PKL), pemerintah akan berusaha menciptakan pasar melalui pembangunan tempat bagi mereka. Sektor UMKM termasuk di dalamnya PKL, memperoleh perhatian karena jumlahnya 49 juta. Sekitar 22 juta dari angka tersebut bergerak di sektor perindustrian dan perdagangan, sedangkan sisanya di sektor perkebunan, pertanian, dan perikanan.

Para korban PHK diperkirakan akan berusaha mempertahankan hidup dengan cara beralih ke sektor informal walaupun secara kualitas agak turun. UMKM-lah yang menjadi tumpuan, sehingga tepat sekali kalau pemerintah memberikan insentif yang lebih besar ke sektor tersebut. Di sisi lain, pemerintah berencana membuka proyek infrastruktur untuk menyerap tenaga kerja. Namun proyek bersifat padat karya itu tak bisa diharapkan kontinuitasnya. Anggaran proyek infrastruktur tahun depan sekitar Rp 70 triliun dan dapat menyerap tenaga kerja 2,5 juta-3,5 juta orang. Angka yang cukup besar untuk menanggulangi korban PHK.

Sembari bekerja keras sekaligus berharap resesi tidak berkepanjangan, kita memang perlu menggarap sektor-sektor yang menjadi katup pengaman dalam mengatasi jumlah penganggur yang dipastikan membengkak. Khususnya usaha-usaha informal, industri rumahan, dan jangan lupa industri kreatif yang selama ini luput dari perhatian tetapi berpotensi sangat besar. Industri kreatif berupa aktivitas yang bertumpu pada kreativitas tersebut memiliki dampak ikutan cukup berarti terhadap perekonomian. Tahun 2002-2006, misalnya, sumbangannya terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 6,2% atau senilai 104,7 triliun.

Industri kreatif mencakup 14 subsektor, yakni periklanan; arsitektur; pasar barang seni; kerajinan; desain; busana; video, film, dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan peranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan. Hingga kini mereka mampu berkembang secara mandiri. Sebagian besar tanpa uluran tangan perbankan. Aktivitas ekonomi tersebut yang juga meliputi sektor UMKM dan informal perlu digarap serta dibantu, karena berpeluang menjadi penyelamat terkait dengan resesi dan perlambatan ekonomi yang diperkirakan mewarnai 2009.